Jumat, 29 Maret 2013

Captain America and Light Painting



Kali ini kita akan mencoba menggabungkan cosplay dan Light Painting, yaitu menggunakan Captain America sebagai model, ditamahkan dengan efek Light Painting. Untuk memerankan Captain America, diperlukan model dengan otot yang besar. Binaragawan cocok untuk memerankan Captain America.




Untuk melakukan Light Painting, diperlukan kondisi yang gelap. Maka dipilih lapangan parkir timur Senayan pada tengah malam untuk lokasi. Percobaan pertama dilakukan dengan speed 30 detik. Laight Painter bekerja mengunakan Stick Light sambil menghitung waktu, flash ditembak tepat kira-kira sebelum detik ke 30.



Setelah beberapa kali percobaan, metode 30 detik ini terasa kurang efisien. Beberapa kali flash ditembak terlambat, jadi Captain America nya jadi siluet. Ada juga yang Light Painter nya terlambat menjauh, jadi badan dia masuk ke frame. Maka digunakan metode lain, yaitu menggunakan Bulb. Perlu wireless shutter untuk bulb, dikhawatirkan kamera sedikit goyang bila melakukan bulb tanpa wireless shutter. Dirasakan cara ini jauh lebih baik, tinggal tekan lagi tombol shutter begitu flash ditembak. Tidak perlu sibuk menghitung waktu 30 detik, Light Painter bisa bekerja lebih nyaman.



Setelah puas dengan Capain America, dicoba konsep lain. Menggabungkan model dengan Captain America. Dengan konsep Captain America melindungi seorang wanita. Light Painter membuat efek di sekitar tameng Captain America seperti seolah-olah baru menangkis serangan lawan.



Dari hasil ini, masih banyak yang dirasakan kurang. 1 buah flash untuk Laight Painting dirasakan kurang, terutama bila ada lebih dari 1 model. Dapat dilihat bahwa rambut Captain America yang berwarna hitam (sayang Captain America nya tidak menggunakan topeng) menjadi tersamar dengan background hitam. Kekurangan kedua adalah tempat yang masih kurang gelap. Tampak cahaya jalanan di kejauhan masih kelihatan. Saat dilihat mata, tampak sudah cukup gelap. Namun shutter speet 30 detik membuat sedikit saja cahaya menjadi kelihatan lebih banyak. Sepertinya lebih bagus menggunakan tembok beberapa meter di belakang model untuk background.

Rabu, 27 Maret 2013

Code Breaker 03: Yuuki Tenpouin


Yuuki Tenpouin adalah Code Breaker dengan kode 03 dari anime Code Breaker. Dia tampak seperti lelaki manja, namun garang. ketika marah. Bahkan disebut Code Breaker yang paling barbar.



Untuk photo session ini, model nya adalah Kei. Di sini Kei (cewek) cross menjadi Yuuki (cowok). Seperti biasa, ada sedikit masalah di bagian dada saat seorang cewek berusaha memerankan cowok.



Pengambilan gambar dilakukan di Taman Menteng. Tempat yang sangat cocok untuk melakukan photo session. Selain karena biayanya murah (saya membayar 20 ribu ke satpam untuk photo session ini), dan lokasi nya yang strategis karena berada di tengah-tengah (Jakarta Pusat). Karena tidak menemukan backgrond putih polos, digunakan background putih agak abu abu dari rumah kaca yang terdapat di Taman Menteng. Rencananya, background akan digati dengan olah digital.



Sayang photo session dilakukan dengan waktu terbatas karea Kei harus segera kuliah. Jadi tidak ada kesempatan untuk mencoba berbagai pose, dan tidak sempat juga menggunakan flash. Di bawah adalah satu satuya foto yang dilakukan dengan menggunakan flash. Flash diletakkan di kiri dengan payung. Ada masalah juga dengan flash kedua yang dipasang sebagai slave. Rupanya mata kucing flash YongNuo tidak dapat menangkap kilatan flash utama dalam kondisi terik. Setelah beberapa kali percobaan dan flash slave gagal menyala, akhirnya diputuskan mengginakan satu buah flash saja.



Photo Session Code Breaker kali ini hanya dengan satu karakter (Yuuki Tenpouin). Lain kali akan dilakukan photo session Code Breaker lagi dengan anggota Code Breaker yang lebih lengkap. Tidak sabar menunggu Kei mengumpulkan cosplayer lain yang mau cosplay Code Breaker.

Rabu, 13 Maret 2013

Perbandingan High ISO Sony Alpha A99


Saat ini, Sony Alpha A99 adalah kamera Full Frame andalan Sony.  Dengan harga sekitar 26 juta, kamera ini dilengkapi dengan fitur unggulan seperti 24 Megapixel, 10 FPS, Dual Autofocus, Autofocus AF-D, rticulated LCD, dll. Kita tidak akan membahas fitur-fitur tersebut, namun hanya akan melihat kemampuan High ISO dari kamera ini.

Untuk ukuran Full Frame keluaran terbaru, sudah selayaknya kamera ini mampu menghasilkan noise yang rendah di ISO tinggi. ISO adalah kepekaan sensor terhadap cahaya, semakin tingi ISO, semakin peka sensor terhadap cahaya. Hal ini diperlukan untuk melakukan pemotretan di keadaan gelap atau ingin menghasilkan shutter speed yang tinggi. Kelemahannya, makin tinggi ISO maka akan memunculkan noise pada hasil foto. Makin bagus sensor, makin sedikit noise yang dihasilkan saat menggunakan ISO tinggi. Menurut saya pribadi, hal inilah yang paling berperan dalam menentukan suatu sensor kamera bagus atau tidak. Maka mari kita coba Sony Alpha A99 di ISO tinggi tanpa Noise Reduction (untuk benar-benar mengetahui kualitas sensor). Di sini saya menggunakan lensa Carl Zeis 85mm f1.4 untuk pengetesan.

ISO 1600

ISO 3200


ISO 6400

ISO 10000


Untuk ukuran ini, tampak noise yang dihasilkan amat minim. Mari kita lihat hasil yang sudah di crop 100%


ISO 1600

ISO 3200
ISO 6400

ISO 10000


Untuk ISO 1600, tampak noise masih terjaga dengan baik. Bahkan hampir tidak terlihat bila gambar tidak di crop. ISO 1600 adalah batas di mana noise mulai muncul di Sony Alpha A99. Foto dengan ISO di bawah 1600 tidak saya sertakan karena noise yang dihasilkan semua hampir tidak ada.

Noise mulai mengganggu di ISO 3200 walaupun hanya muncul di bagian2 gelap. Noise makin parah di ISO 6400, sedangkan di ISO 10000 kualitas mulai tidak bisa diterima. Ini adalah batas acceptable quality, jangan pernah menggunakan di atas ISO 10000 dengan Sony Alpha A99.

Berdasarkan hasil ini, saya tidak akan ragu ragu menggunakan ISO 1600 ke bawah. Untuk keadaan gelap, mulai menggunakan ISO di atas itu. ISO 10000 hanya dalam keadaan terpaksa, dan tidak akan melakukan pemotretan lebih dari itu. Untuk ukuran kamera full frame jaman sekarang, tampak bahwa Sony lebih mengandalkan program Noise Reducion di dalam kamera daripada menciptakan sensor yang bagus. Sayang saya tidak melakukan perbandingan Head to Head dengan kamera lain, namun saya sertakan foto High ISO (ISO 3200) dari Nikon D3S yang jauh lebih kuno (keluaran 2007).

ISO 3200 dengan Nikon D3S


Selasa, 12 Maret 2013

Mendapatkan Langit Biru dengan HSS


Melakukan pemotretan model di kondisi terik amat membosankan. Walaupun dilihat dengan mata langit agak biru, namun foto yang dihasilkan adalah langit yang putih polos.  Hal ini karena dynamic range kamera yang tidak sebesar mata.  Mata bisa melihat langit terang berwarna biru dan muka model sekaligus, namun kamera tidak bisa.  Atur metering di wajah model, maka langit akan jadi putih polos karena langit jauh lebih terang daripada wajah model. Atur metering di langit,  warna langit biru namun model nya jadi siluet. Serba salah.

Caranya adalah membuat wajah model lebih terang. Bila wajah sama terang nya dengan langit, maka akan didapatkan exposure yang benar.  Sekarang muncul masalah lagi, maksimum shutter speed untuk menggunakan flash adala 1/200. Lebih cepat dari itu, maka cahaya flash tidak akan ditangkap oleh kamera. Sedangkan untuk mendapatkan langit biru, shutter speed yang diperlukan jauh lebih cepat daripada itu.  Bagaimana bila menurunkan aperture?  Aperture atau bukaan yang lebih kecil mendapatkan gambar yang lebih gelap sehingga bisa mendapatkan langit biru. Namun aperture sangat mempengaruhi hasil dari flash.  Dengan bukaan kecil, kira2 f12,   cukup untuk memunculkan langit biru,  namun perlu power flash yang sangat kuat.  Saya pernah mencoba flash Yongnuo YN 46o II untuk ini, full power nya di GN 38 tidak cukup untuk mendapatkan langit biru jam 3 sore.

Kuncinya di sini adalah HSS. HSS atau High Speed Sync adaah menggunakan shutter speed lebih cepat dari 1/200.  Untuk masalah gelap terang, shuter speed lebih berpengaruh ke background daripada ke model. Jadi dengan shutter speed sangat tinggi, background bisa lebih gelap tanpa terlalu membuat model nya gelap (bila ditembak dengan flash). Kenapa bisa begitu? Kasarnya dengan shutter speed berapapun, model hanya terkena flash selama sekejap, jauh lebih sebentar daripada shutter speed tercepat. Jadi gelap terang nya model yang ditembak dengan flash hampir tidak berpengaruh dengan shutter speed yang digunakan. Jadi dengan HSS, kita bisa menggunakan shutter speed tinggi untuk membuat background gelap, dan aperture besar agar model tidak terlalu gelap.

Sayangnya tidak semua flash bisa untuk HSS, dan sering flash nya bisa namun trigger nya tidak bisa.  Maka saya menggunakan SB700 yang memiliki fitur HSS, dan menggunakannya secara On Shoe (dipasang di kamera).  Pasang mode Aperture Value, atur aperture di f4.5 (saya tidak menggunakan aperture terbesar agar langit nya masih tajam). Turunkan exposure compensation kalau perlu.

Setelah beberapa kali jepret, ternyata SB700 masih kurang kuat bila menggunakan diffuser. Setelah diffuser dilepas, baru saya mendapatkan hasil seperti ini.



Di sini biru langit sudah didapatkan. Warna putih muncul karena matahari masuk ke dalam frame. Saya ingin warna langit yang lebih biru lagi, maka geser sedikit komposinya agar matahari tidak masuk. Aperture juga saya naikkan ke f5.6 untuk mendapatkan awan yang lebih tajam.



Di sini langit sudah biru seperti yang saya inginkan. Abaikan vignete yang ada, itu karena saya menggunakan lensa DX di kamera full fame. Ini hasil maksimal yang saya dapatkan dengan SB700. Warna langit sudah biru, wajah model agak sedikit gelap.  Dengan sedikit editan, warna langit bisa lebih biru dan wajah model dibuat lebih terang.