Jumat, 23 Mei 2014

Teknik Mengganti Background

Bingung ketika tidak ada background yang tepat? Hal ini yang saya rasakan ketika melakukan pemotretan Samurai X, di mana background yang tepat adalah suasana alam. Sedangkan pemotretan dilakukan malam hari di Taman Menteng, di mana tanaman yang ada sudah tertata rapi dan sulit untuk mendapatkan kesan di alam. Maka terpaksa hal yang dilakukan adalah mengganti background ke tempat lain.

Yang pertama harus dilakukan pada saat sudah memikirkan bahwa akan mengganti background, cari background polos. Warna sebaiknya kontras dengan warna model. Misal nya bila model nya menggunakan baju berwarna merah, jangan pilih background merah. Karena pemotretan tidak dilakukan di studio, yang paling mudah adalah dengan memanfaatkan tembok putih yang ada di Taman Menteng. Background polos akan sangat mempermudah proses selection.

Hal berikutnya adalah memikirkan arah cahaya. Bila sumber cahaya di background datang dari kanan, sumber cahaya ke model juga harus datang dari kanan. Di sini saya menggunakan satu flash dengan payung putih, dibantu seorang asisten. Bila ada arah cahaya yang terbalik, foto bisa disesuaikan di photoshop: Edit > Transform > Flip Horizontal.




Selanjutnya, perhatikan juga warna. Bila background memiliki saturasi tinggi, model juga harus memiliki saturasi tinggi. Kadang background yang diinginkan memiliki warna yang tidak cocok dengan model. Untuk masalah seperti itu, sekalian saja jadikan gambar hitam putih.




Untuk mempermanis, background tidak harus dari satu foto. Bisa ditambahkan objek lain  untuk menambah kesan dramatis. Misalnya bulan purnama yang sudah diperbesar.




Sebagai tambahan, untuk menghindari masalah di kemudian hari, pastikan background difoto sendiri. Bukan diambil dari internet. Semua background yang saya gunakan adalah hasil foto saya di daerah Dieng. Bila terpaksa menggunakan gambar dari internet, periksa dulu apakah gambar tersebut bebas digunakan. Kadang ada hak cipta yang melarang penggunaan gambar tersebut. Terlebih lagi, apa asik nya foto bagus yang mencomot foto orang lain walaupun hanya untuk background. Karena itu, rajin-rajin lah mengkoleksi stok foto. Foto-foto lama jangan dihapus, siapa tahu di kemudian hari bisa jadi background yang menarik.

Rabu, 14 Mei 2014

Backpacking Gunung Prau (Wonosobo)

Perjalanan kali ini saya memutuskan untuk mendaki gunung Prau. Walaupun tinggal di dekat gunung dan sering bermain-main di gunung, namun baru kali ini saya kemping di gunug. Jadi sempat deg-degan juga, terutama memikirkan peralatan yang dibawa. Apalagi saya membawa kamera lengkap dengan lensa tambahan, flash, dan tripod. Padahal untuk kemping perlu juga membawa peralatan seperti sleeping
bag, jas hujan, senter dan lain lain. Jadilah bawaan saya lebih berat daripada bawaan teman yang bertugas membawa tenda.

Berawal dari Jakarta, kita start berdua naik bis dari terminal kampung Rambutan. Bis yang digunakan adalah bis Pahala Kencana jurusan Jakarta - Wonosobo,  kelas VIP 170 ribu. Sebelum sampai terminal Wonosobo, kita berhenti di Tunggoro, menginap di tempat teman di sana yang akan ikut juga ke gunung Prau. Paginya lanjut angkot dua kali, bertemu dengan dua teman lagi dari Surabaya. Perjalanan naik
ke gunung Prau dimulai dari restoran Bu Djono , di sanakita bertemu dua orang guide yang sudah dihubungi dari beberapa hari lalu. Jadi kita total ber tujuh. Restoran Bu Djono ini juga ada losmen nya, jadi kalau tidak ada teman di daerah sana untuk menginap, sangat direkomendiskan untuk menginap di sini. Harganya juga tidak terlalu mahal, sekitar 150-200 ribu.




Mulai naik dari siang, perjalanan diperkirakan sekitar 2,5 sampai 3 jam untuk sampai puncak gunung Prau. Di perjalanan sempat kena hujan, untung sudah sedia Jas Hujan, terlebih karena takut kamera rusak kena air. Walaupun licin karena hujan, jalur ke puncak gunung Prau tidak terlalu berat. Jalur yang melewati beberapa pos tersebut kita selesaikan dalam waktu 3 jam kurang , sesuai perkiraan.



Kita tiba di puncak pada sore hari. Sayang Sunset tidak tampak, tertutup kabut tipis. Terlihat sebentar, lalu tertutup kabut lagi. Mulai muncul kekhawatiran Sunrise pun tidak bisa dinikmati karena kabut, seperti pengalaman sebelumnya di Bromo. Proses mendirikan tenda juga sempat terhambat karena besi untuk tenda ternyata tertinggal. Jadi terpaksa cari pohon agar tenda bisa diikat di pohon. Parahnya pula, tenda tersebut ternyata mengembun di pagi hari. Jadi kami terbangun karena tetesan air dari dalam tenda. 2 bungkus
rokok dan dan handphone pun ada yang terendam. Beruntung kamera saya disimpan di dalam tas, tidak terlalu basah.



Beruntung pagi hari cuaca cerah. Tidak ada hujan, tidak ada kabut. Dan saya menyaksikan Sunrise yang amat menakjubkan. Matahari terbit di antara dua gunung, gunung tersebut di atas awan, dan ada bukit di dekat saya. Guide kita mengatakan bahwa kita cukup beruntung. Selama dua minggu ini, hampir setiap pagi matahari tertutup kabut hingga Sunrise tidak tampak. Baru hari ini cerah dan Sunrise bisa dinikmati



Keuntungan kemping di gunung adalah tidak terlalu banyak orang, jadi bisa keliling mencari tempat yang bagus untuk mengambil foto. Tidak seperti di Bromo ketika mengambil foto dari Pananjakan, terlalu banyak pengunjung lain hingga susah mendapatkan Foreground bagus. Di gunung Prau kita bebas keliling mencari objek untuk Foreground, misalnya pohon. Baik pohon mati atau pohon hidup.






Untuk mengambil foto Sunrise di puncak gunung Prau, sebaiknya gunakan lensa yang tidak terlalu wide. Gunung Sumbing dan gunung Sindoro terletak cukup jauh, terlalu kecil untuk menggunakan lensa Sigma 8-16mm saya. Bahkan di lensa Tokina 17-35mm masih terlalu kecil, karena itu saya memasukkan Foreground juga. Saya menggunakan 17mm utuk foto ini,  dengan bukaan kecil f22 agar bentuk matahari
seperti bintang.



Kelebihan lain dari gunung Prau adalah pemandangan masih sangat menarik bahkan setelah Sunrise lewat. Dibantu dengan Gradual ND Filter , saya mendapatkan foto ini.